Selain AIDS yang pendatang baru, ada juga penyakit
lama yang belum bisa
disembuhkan, yakni lupus. Penyakit yang dijuluki si
Peniru Ulung ini sering
dikira penyakit lain. Kalau sedang aktif, tak kalah
mengerikan dibandingkan
dengan AIDS. Wanita yang semula berparas cantik bisa
kehilangan kecantikannya.
lupus1.jpg (13461 bytes)
Timbulnya ruam merah mirip kupu-kupu di wajah
merupakan salah satu gejala
lupus. (Repro: Medstudent)
Kulit wajah di antara kedua pipi ditandai ruam merah
yang bentuknya menyerupai
kupu-kupu. Di bagian tubuh lain muncul bercak-bercak
merah menyerupai cakram.
Rambut rontok tak terkendali. Sariawan muncul di dalam
rongga mulut. Itulah
sebagian gejala lupus, penyakit otoimun kronis yang
bisa menyebabkan peradangan
di berbagai bagian tubuh, khususnya pada kulit,
persendian, darah, dan ginjal.
Nama ilmiahnya lupus eritematosus sistemik (LES).
Namun, lebih sering disebut
lupus saja. Sedangkan penderitanya akrab disebut
"odapus", orang dengan lupus.
Menurut Robert G. Lahita, M.D., Ph.D, kepala bagian
Rematologi dan Penyakit
Jaringan Konektif RS St. Luke/Roosevelt, Amerika
Serikat, penyakit yang tak ada
hubungan saudara dengan tokoh Lupus rekaan Hilman
Hariwijaya dalam
novel-novelnya ini, dibedakan jadi tiga tipe: lupus
yang menyerang kulit
(discoid lupus), yang menyerang sistem dalam tubuh,
termasuk persendian dan
ginjal (systemic lupus), dan lupus akibat pemakaian
obat tertentu.
Dari ketiganya, discoid lupus paling sering menyerang.
Namun, systemic lupus
selalu lebih berat dibandingkan dengan discoid lupus,
dan dapat menyerang organ
atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit dan
persendian yang
diserang. Meskipun begitu, pada orang lain bisa
merusak persendian, paru-paru,
ginjal, darah, organ atau jaringan lain. Sedangkan
lupus akibat pemakaian obat
umumnya berkaitan dengan pemakaian obat hydralazine
(obat hipertensi) dan
procainamide (untuk mengobati detak jantung yang tidak
teratur). Hanya saja,
cuma 4% dari orang yang mengkonsumsi obat-obat itu
yang bakal membentuk
antibodi penyebab lupus. Dari 4% itu pun sedikit
sekali yang kemudian menderita
lupus.
Sampai sekarang, penyakit ini belum bisa disembuhkan
atau dicegah. Yang bisa
baru sebatas menghilangkan gejalanya. Caranya dengan
mengkonsumsi obat-obatan
seumur hidup, menjalani pola hidup tertentu, dan
menghindari stres.
Sistem kekebalan jadi liar
Lupus sebenarnya telah dikenal lebih kurang seabad
lalu. Mula-mula lupus kala
itu dikira akibat gigitan anjing hutan. Dugaan itulah
yang menyebabkan penyakit
ini kemudian disebut lupus yang berarti anjing hutan
dalam bahasa Latin. Dalam
perkembangan selanjutnya, lupus menyebar ke seluruh
organ di dalam tubuh. Maka
muncullah sebutan LES itu.
Menurut dr. Heru Sundaru dari Sub Bagian
Alergi-Imunologi, Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI/RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM),
Jakarta, dalam seminar Penyakit
Lupus dan Wanita yang diselenggarakan Yayasan Lupus
Indonesia pada Juni 1998,
penyebab lupus belum diketahui dengan pasti. Selain
faktor keturunan, faktor
lingkungan seperti infeksi virus, cahaya matahari, dan
obat-obatan, diduga ikut
berperan dalam timbulnya gejala.
lupus.jpg (15143 bytes)Robert mengungkapkan, ada 10%
penderita lupus memiliki
keluarga dekat yang telah atau memiliki kemungkinan
menderita lupus. Statistik
juga menunjukkan, ada 5% anak yang dilahirkan odapus
bakal memiliki kemungkinan
menderita penyakit ini.
Meski lebih sering menyerang kaum wanita, terutama
yang berusia dua puluhan
tahun, "Tapi pria kemungkinan juga bisa terkena
lupus," jelas dr. Heru. Hasil
survai yang dikutip dokter spesialis penyakit dalam
itu menunjukkan, pada usia
subur perbandingan wanita dan pria penderita lupus 10
: 1. Di RSCM
perbandingannya 17 : 1.
Tingkat "keganasan" lupus juga berbeda menurut ras.
Survai di AS menunjukkan,
di antara 2.000 penduduk kulit putih ditemukan satu
penderita. Sedangkan pada
penduduk berkulit hitam dan keturunan Asia,
frekuensinya lebih tinggi.
Lupus diketahui sebagai penyakit otoimun, penyakit
yang muncul lantaran sistem
kekebalan tubuh bereaksi berlebihan, yang justru
mengganggu kesehatan tubuh. Di
dalam tubuh manusia selalu ada sistem kekebalan tubuh,
yang terdiri atas zat
anti dan sel darah putih. Sistem imun ini bertugas
melindungi tubuh manusia
dari serangan antigen (musuh berupa bakteri, virus,
mikroba lain). Pada lupus,
oleh sebab yang belum diketahui, zat anti dan sel
darah putih tadi justru
menjadi liar dan menyerang tubuh yang seharusnya
dilindungi. Akibatnya,
organ-organ tubuh menjadi rusak dan gejala lupus pun
muncul.
Perusakan jaringan tadi terjadi dengan dua cara. Zat
anti langsung menyerang
sel jaringan tubuh. Atau, zat itu masuk aliran darah
dan bertemu antigen, lalu
berkoalisi membentuk kompleks imun. Kompleks ini tetap
ikut aliran darah
sebelum tersangkut di pembuluh darah kapiler organ
tertentu. Dalam keadaan
normal, kompleks ini akan dieliminasi oleh sel-sel
radang.
Sebaliknya, dalam keadaan tidak normal kompleks itu
tidak dapat dihilangkan
dengan baik dan sel-sel radang sebaliknya malah
bertambah banyak sambil
mengeluarkan enzim yang menimbulkan peradangan. Bila
peradangan berlanjut,
organ tubuh akan rusak, fungsinya terganggu sehingga
menimbulkan gejala
penyakit. Diduga, sinar matahari maupun hormon
estrogen mempermudah terjadinya
reaksi otoimun.
Positif lupus, empat kriteria
Gejala penyakit ini dibedakan atas gejala umum dan
gejala pada organ tertentu.
Gejala umum yang sering ditemukan di antaranya,
penderita sering merasa lemah,
kelelahan berlebihan, demam, dan pegal-pegal. Gejala
ini muncul ketika lupus
sedang aktif dan menghilang ketika tidak aktif.
Organ-organ tubuh yang biasanya menunjukkan adanya
lupus sangat banyak, dari
kulit, ginjal, jantung, hingga otak. Pada kulit
gejalanya berupa ruam merah
berbentuk mirip kupu-kupu di kedua pipi. Di bagian
tubuh lainnya terdapat
bercak merah berbentuk cakram dan terkadang bersisik.
Kerontokan rambut dan
sariawan merupakan gejala lain pada kulit. Kalau
dilihat secara utuh, penderita
lupus dengan gejala-gejala tadi akan tampak mirip
monster.
Pada dada timbul rasa sakit yang menimbulkan gangguan
pernapasan. Bila jantung
atau paru-paru terserang, penderita akan merasakan
jantung berdebar atau sesak
napas. Bila jantung mengalami kelainan lanjutan, kaki
menjadi bengkak. Pada
sistem otot gejala yang dirasakan penderita adalah
rasa lemah atau sakit di
otot. Pada pesendian akan dirasakan sakit, baik dengan
ataupun tanpa
pembengkakan dan kemerahan. Pada darah terjadi
penurunan jumlah sel darah
merah, putih, dan sel pengatur pembekuan darah.
Sedang pada saluran pencernaan muncul gejala sakit
perut, mual, muntah, diare,
atau sukar buang air besar. Pada ginjal terjadi
gangguan fungsi yang
mengakibatkan tidak dapat dikeluarkannya racun hasil
metabolisme dan banyaknya
kandungan protein dalam urine. Pada sistem saraf
timbul gangguan pada otak,
saraf sumsum tulang belakang dan saraf tepi, yang
mengakibatkan pusing atau
kejang. Bahkan, bisa sampai menimbulkan stroke dan
gangguan jiwa, meskipun ini
jarang terjadi.
Menurut dr. Heru, pada 1971 untuk bisa menentukan
seseorang terserang lupus
setidaknya diperlukan 14 kriteria. Pada 1982 kriteria
itu menjadi 11. Sekarang,
diperlukan hanya empat kriteria. "Tapi bukan berarti
kalau ada tiga kriteria
bukan lupus. Tiga kriteria saja sudah bisa menunjukkan
kemungkinan adanya
penyakit lupus," tambah dr. Heru. Bahkan, bila
menunjukkan gejala pada dua atau
lebih organ atau sistem tadi, seseorang harus
diwaspadai menderita lupus.
Gejala lupus sering menyerupai penyakit lain, sehingga
penyakit ini sering
dijuluki Si Peniru Ulung. "Karena itu kita harus
hati-hati dalam
menginterprestasikan hasil pemeriksaan," jelas dr.
Heru. Bisa saja dokter
menduga pasiennya terserang sifilis, batu ginjal, atau
rematik, seperti yang
dialami Tiara Savitri, penderita lupus yang kini
menjadi Ketua Yayasan Lupus
Indonesia. Bahkan, menurut Robert, tidak akan ada dua
penderita systemic lupus
memiliki gejala yang sama. "Tipu daya" macam itu tidak
jarang menyebabkan
dokter maupun penderita frustasi akibat penyakitnya
tak kunjung membaik.
Untuk mendiagnosis penyakit ini dengan pasti
diperlukan pemeriksaan darah atau
biopsi kulit. Keduanya untuk memeriksa
antibodi-antibodi yang muncul ketika
lupus sedang aktif.
Hamil boleh, tapi direncanakan
Meski masih belum bisa disembuhkan, odapus tetap bisa
mendapatkan pengobatan
agar bisa hidup lebih lama seperti orang sehat.
Pengobatan ditujukan untuk
menghilangkan gejala lupus yang ada. Pengobatan juga
perlu didukung perubahan
pola hidup, pengendalian emosi, pemakaian obat secara
tepat, dan pengaturan
gizi seimbang.
Menurut dr. Harry Isbagyo, SpPD, KR, dari Sub Bagian
Reumatologi, Bagian
Penyakit Dalam, FKUI/RSCM, dalam proses pengobatan
pasien mesti dievaluasi
minimal tiga bulan sekali, tergantung status
kesehatannya. Tujuannya,
mengevaluasi aktivitas penyakit dan menentukan
pengobatan selanjutnya.
"Penyakit ini berlangsung lama, bisa bertahun-tahun.
Jadi harus sabar dalam
menjalani pengobatan," jelas dr. Harry.
Penderita memerlukan program pengaturan lama
beraktivitas dan lama tidur.
Menurut dr. Harry, bagi odapus, kecapekan dan stres
berat merupakan penyebab
tercetusnya gejala lupus. Karena itu, hidup teratur
merupakan keharusan.
"Olahraga juga boleh. Tapi jangan dipaksakan, misalnya
jangan dilakukan pada
siang hari saat matahari sudah kuat," tambah dr. Heru.
Meski tidak semua odapus sensitif terhadap sinar
matahari, mereka dianjurkan
menghindari paparan sinar matahari secara langsung
untuk waktu lama karena
kekambuhan penyakit sering terjadi setelah terpapar
sinar ultraviolet. Dr. Heru
menganjurkan penderita keluar rumah hanya sebelum
pukul 09.00 atau sesudah
pukul 16.00. Ketika keluar rumah, penderita memakai
sun block atau sun screen
(pelindung kulit dari sengatan sinar matahari) pada
bagian kulit yang akan
terpapar. Dr. Harry juga menyarankan penderita
mengenakan pakaian yang tepat.
Menurut dr. Harry, penderita perlu segera mencari
pertolongan medis bila timbul
gejala panas tanpa diketahui penyebabnya. Bila hendak
mendapat berbagai
tindakan medik, macam pengobatan gigi, tindakan
terhadap saluran kemih dan
kandungan, atau tidakan bedah lainnya, penderita perlu
berkonsultasi dengan
dokter untuk mendapatkan antibiotika pencegahan. Bila
penderita terserang pada
organ utama, seperti ginjal, paru, jantung, dsb.,
penyakitnya sedang aktif,
atau dalam pengobatan dengan obat-obatan
imunsurpresif, dia sebaiknya dicegah
dari kehamilan.
"Penderita yang penyakitnya sedang aktif, jarang
sekali bisa hamil. Kalaupun
bisa hamil biasanya akan menimbulkan keguguran. Karena
itu, kalau berhasil
hamil sebaiknya penyakitnya selalu dikontrol," tegas
dr. Harry. Namun dokter
ini juga mengingatkan bahwa yang terbaik adalah
kehamilan terencana. Artinya,
selama penyakitnya aktif, kehamilan dihindarkan dan
pengobatan dilakukan secara
intensif. Odapus dianjurkan menghindari kontrasepsi
yang mengandung estrogen.
Setelah penyakitnya teratasi, barulah merencanakan
kehamilan.
Dalam pengobatan lupus, ada dua kategori obat yang
digunakan, yakni golongan
kortikosteroid dan golongan selain kortikosteroid.
Golongan kortikosteroid
merupakan obat utama penyakit lupus. Untuk kelainan
kulit diberikan dalam
bentuk topikal (salep, krem, atau cairan). Untuk lupus
ringan digunakan
kortikosteroid dalam bentuk tablet dosis rendah. Bila
lupus sudah dalam kondisi
berat, digunakan kortikosteroid dalam bentuk tablet
atau suntikan dosis tinggi.
"Kalau sudah menyerang otak, misalnya, dosisnya bisa
sampai 1.000 mg per hari,"
jelas dr. Harry. Setelah kondisinya teratasi, dosis
diturunkan sampai dosis
terendah yang dapat mencegah kambuhnya penyakit.
Obat golongan bukan kortikosteroid biasanya merupakan
pelengkap obat
kortikosteroid. Di antara obat golongan ini adalah
antiinflamasi nonsteroid
(OAINS) untuk mengatasi keluhan nyeri dan bengkak
sendi; obat antimalaria
(kloroquin/resochin, dihidroksi kloroquin/plaquenil)
untuk mengatasi gejala
penyakit pada kulit, rambut, nyeri otot dan sendi,
bahkan untuk odapus dengan
gejala ringan; dan obat imunosupresif macam
siklofostamid untuk kondisi yang
disertai gangguan ginjal, azatioprin yang merupakan
obat pendamping
kortikosteroid agar kebutuhan kortikosteroid dapat
dikurangi, dan klorambusil.
Penggunaan obat-obat tadi mesti dengan pertimbangan
matang mengingat efek
sampingan yang ditimbulkan. Obat kortikosteroid,
misalnya, bisa memberi efek
sampingan berupa wajah membulat (moonface), penyakit
cushing, osteoporosis,
diabetes melitus, hipertensi, gangguan lambung, dsb.
OAINS menimbulkan gangguan
lambung, ginjal, darah, dsb. Obat antimalaria memberi
dampak gangguan
penglihatan akibat deposit di kornea mata dan
retinopati. Sedangkan
imunosupresif memberi efek sampingan berupa mual atau
muntah, gangguan darah,
ginjal, dan mudah terkena infeksi.
Meski efek sampingan tak dapat dihindarkan (yang bisa
hanya mengurangi),
pengobatan mesti dilakukan. "Pencegahan penyakit ini
belum bisa dilakukan
karena penyebab pastinya saja belum diketahui," ungkap
dr. Heru. Meski begitu,
kalau sudah positif terkena lupus, segala upaya mesti
tetap dilakukan agar
penderita bisa menikmati hidup dengan baik. "Odapus
bisa bertahan lebih lama
dengan penggunaan obat secara terkontrol," tegas dr.
Harry. "Yang penting
adalah dosisnya. Dosis dipilih seringan mungkin,"
tambahnya.
Kini, angka harapan hidup penderita lupus sudah
termasuk sangat tinggi. Di AS
dan Eropa, kalau pada tahun 1955 harapan hidup
penderita lupus dalam waktu lima
tahun kurang dari 50%, maka pada tahun 1991 telah
mencapai 89 - 97%. Bahkan,
harapan hidup 10 tahun telah mencapai 83 - 93%.
Semuanya lantaran adanya
cara-cara diagnosis lebih dini dan metode pengobatan
lebih baik. (Gde)
http://www.indomedia.com/intisari/1998/september/lupus.htm
Lupus, Penyakit Seratus Wajah
PENYAKIT ini memang populer dengan sebutan "penyakit
dengan seratus wajah"
karena manifestasinya yang amat mirip dengan sekitar
seratus penyakit lain,
sehingga diagnosis sukar ditegakkan. Penyakit ini
berkembang secara
perlahan-lahan selama beberapa tahun, dengan gejala
dan keluhan aneka penyakit
seperti potongan-potongan teka-teki, sehingga sering
terjadi keterlambatan
diagnosis.
Maklum, keluhan yang muncul biasanya berupa lekas
capai, keletihan terus tiap
hari, kelesuan fisik dan mental, demam rendah, tidak
suka makan, berat badan
turun, rambut rontok, pegal linu seluruh badan, nyeri
di sendi-sendi tanpa
artritis, dan peka terhadap sinar Matahari sampai
timbul bercak kupu-kupu di
muka. Karena semua keluhan itu serupa dengan penyakit
lain, maka dokter sering
tidak menduga bahwa pasien yang diperiksanya menderita
lupus.
John Darmawan MD PhD FACR, dokter spesialis rematik
dari Semarang yang juga
menjabat Penasihat Ahli Rematik WHO (World Health
Organization) mengungkapkan,
diagnosa lupus harus memenuhi lima dari 11 butir
kriteria dari American College
of Rheumatology. Kelima kriteria dikumpulkan
berdasarkan riwayat sejak mulai
sakit.
Kriteria itu antara lain yang sudah disebutkan di atas
termasuk keluhan tidak
khas sebelum timbul tanda arthritis yang hanya
berlangsung beberapa bulan,
sariawan tanpa nyeri yang tidak kunjung sembuh selama
beberapa minggu, bercak
di muka yang berlangsung lama, dan peka terhadap sinar
Matahari (bagian yang
kena sinar Matahari menjadi merah selama beberapa jam
atau lebih lama).
Apabila gejala masih kurang dari 1-2 butir kriteria,
maka untuk mendiagnosis
lupus dapat diperkuat dengan uji laboratorium. Kalau
salah satu atau dua tes
laboratorium hasilnya positif, misalnya tes ANA
(anti-nuclear antibody) dan
anemia berat, maka seseorang bisa didiagnosis lupus.
Lupus bisa diindikasikan
oleh jumlah leukosit yang kurang dari 4.000/cc, jumlah
trombosit kurang dari
100.000/cc dan seterusnya. Selain darah, kelainan
ginjal dan kekebalan juga
menjadi indikator lupus.
Prevalensi lupus yang rendah, 40/100.000, memungkinkan
banyak dokter tidak
pernah menemui kasus lupus di dalam praktiknya.
Penanganan bersama
Menurut John Darmawan, ahli penyakit rematik biasanya
menangani penderita
lupus. Namun, kompleksnya penyakit lupus dan
pengobatannya membutuhkan
penanganan bersama spesialis lain, sesuai organ tubuh
yang diserang. Lupus
ginjal misalnya, lebih baik ditangani bersama antara
ahli penyakit ginjal dan
ahli penyakit rematik, lupus kulit bekerja sama dengan
ahli penyakit kulit, dan
lupus otak diobati bersama dengan ahli penyakit saraf.
Secara garis besar ada tiga jenis lupus, yaitu LES
(lupus eritematosus
sistemik), lupus diskoid, dan lupus obat. Lupus yang
timbul akibat efek samping
obat akan sembuh sendiri dengan memberhentikan obat
terkait. Lupus diskoid
adalah lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis
kelainan kulit.
Sedang LES dapat menimbulkan komplikasi seperti lupus
otak, lupus paru-paru,
lupus pembuluh darah jari-Jari tangan atau kaki, lupus
kulit, lupus ginjal,
lupus jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina,
lupus sendi, dan
lain-lain.
Pemilihan obat tergantung jenis lupus yang diobati.
Semua obat termasuk obat
untuk penyakit lupus mempunyai efek samping. Untuk
mencegah efek samping-karena
obat harus diminum jangka panjang-maka tubuh harus
mendapat asupan kalsium dan
kalium yang cukup melalui makanan, minuman (susu dan
produk dari bahan susu),
buah-buahan, dan vitamin D. Ini sekaligus untuk
mencegah rapuh tulang karena
lupus dan obat lupus mengroposkan tulang.
Faktor risiko
Lupus dapat terjadi pada kedua jenis kelamin dalam
semua umur. Namun, risiko
timbulnya lupus pada wanita dewasa berusia subur
delapan kali lebih tinggi
dibanding pria dewasa.
Obat sulfa, penisilin, hidralasin, prokainamid, juga
sinar ultra-violet, dan
infeksi, dapat mencetuskan lupus pada wanita dengan
kecenderungan penyakit ini.
Penderita dalam remisi dengan terapi pemeliharaan dan
dalam remisi bebas terapi
dapat kambuh apabila faktor risiko seperti sinar
Matahari, stres fisik dan
mental tidak dihindari.
"Teriknya Matahari sepanjang tahun di negara tropik
seperti Indonesia,
merupakan faktor pencetus kekambuhan. Penderita yang
peka sinar Matahari
misalnya dapat timbul bercak merah di muka hanya dalam
perjalanan
Magelang-Semarang dengan mobil," kata John Darmawan.
Oleh karena itu, ada beberapa pantangan yang harus
dipatuhi penderita lupus
termasuk sinar Matahari langsung. Pantulan sinar
Matahari dari jalan aspal ke
dalam mobil atau kaca mobil yang tembus sinar
ultraviolet sebaiknya dihindari.
"Suntikan dengan bahan silikon untuk bibir, pipi, atau
pembesaran payudara dan
pantat, merupakan pantangan bagi penderita lupus.
Menggunakan cat rambut juga
tidak boleh," tambah dia.
Kerja lembur, pekerjaan yang melelahkan fisik,
olahraga berat, sebaiknya
dihindari. Penderita lupus dengan kencing manis
pantang minum obat steroid,
demikian pula halnya dengan penderita yang pernah
menderita perdarahan lambung.
Sendi dengan artritis akut (bengkak, kemerah-merahan,
hangat, nyeri, dan kaku)
tidak boleh dilatih, kecuali gerakan pasif yang tidak
mencetuskan nyeri.
Anjuran
Penderita lupus harus selalu didukung secara moril
oleh orang-orang
terdekatnya, karena stres sewaktu-waktu dapat timbul.
Kontrol teratur sesuai
dengan anjuran dokter mutlak harus ditaati. Apabila
merasa lupusnya kumat,
dokter harus segera dihubungi. Tenggang waktu kumat
dan laporan ke dokter tidak
boleh melewati tujuh hari.
Para penderita juga dianjurkan untuk mengenakan
pakaian menutup lengan dan
tungkai, bertopi atau berpayung yang tidak tembus
sinar ultraviolet, bila
sedang ke luar rumah.
Menu makanan sehari-hari yang dianjurkan John Darmawan
untuk penderita lupus
adalah asupan gizi kaya kalsium, kalium, seng, vitamin
B6, C, dan D. Sebaiknya
penderita juga banyak memakan makanan yang kaya
protein namun rendah
karbohidrat.
pisang, blewah, buah yang
dikeringkan, pisang sale, nangka, durian, asparagus,
brokoli, ubi-ubian, bayam,
kangkung, dan lain-lain. Susu, yoghurt, dan keju, juga
masuk dalam daftar
makanan yang dianjurkan.












0 comments:
Post a Comment